Manusia dan Sastra


Bahasa Indonesia Berwawasan Pendidikan Multikultural di era 4.0

       Secara etimologi, multikulturalisme berasal dari kata "multi" yang berarti plural, dan "kultural" yang berarti budaya, sedangkan "isme" berarti paham atau aliran. Jadi multikulturalisme secara sederhana adalah paham atau aliran tentang budaya yang plural. Dengan kata lain, multikulturalisme merupakan pemaknaan dari ideologi atau paham tentang multi budaya atau keragaman kebudayaan (Wasino, 2011).
       Dalam perkembangannya, gagasan multikulturalisme menjadi sebuah gagasan yang dipandang perlu untuk dipromosikan sehingga menjadi bagian yang melekat pada diri masyarakat, di mana setiap masyarakat pasti memiliki perbedaan dengan yang lainnya. Selain itu, kesadaran bahwa Indonesia adalah negara multikultural dan masyarakat Indonesia merupakan masyarakat multikultural, menuntut siswa untuk memiliki jiwa multikulturalisme guna mencerminkan sikap dan pemikiran (mindset) yang lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman yang ada. Kesadaran tersebut juga akan mendorong guru untuk mendesain pendidikan bahasa dan sastra Indonesia bermuatan pendidikan multikultural.
       Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam suasana multikultural menuntut guru memiliki pemahaman lintas budaya. Guru perlu memiliki wawasan yang cukup tentang bagaimana seharusnya menghargai keragaman bahasa agar segala sikap dan tingkah lakunya menunjukkan sikap tidak membeda-bedakan dan selalu menghargai perbedaan bahasa yang ada. Dengan wawasan tentang keberagaman bahasa (dan tentu budaya) guru akan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap masalah-masalah yang menyangkut adanya diskriminasi bahasa yang terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas.
       Pengetahuan dan wawasan yang maksimal menugaskan guru untuk memberikan konsep pemahaman kepada siswa tentang berbagai budaya yang berbeda-beda dan mengarahkan siswa untuk membentuk perilaku positif terhadap perbedaan tersebut. Selain itu, pendidikan multikultural juga dapat mendorong siswa untuk dapat berpartisipasi secara harmonis dalam aktivitas di sekolah serta mampu menganalisis berbagai struktur sosial rasial yang terjadi di masyarakat.
       Mengutip pendapat Lee dan Greene, Abrams dan Gibson (2007) merumuskan tiga elemen dasar dalam pendidikan multikultural, yakni (1) cultural awareness, (2) cultural-specific knowledge, dan (3) skills. Pencapaian tujuan tersebut harus ditempuh melalui berbagai cara, seperti peningkatan kesadaran diri siswa, penguatan kemampuan refleksi diri, dan pengenalan pola pembelajaran berbasis multikultural. Salah satu hal yang mendapatkan penekanan dalam mencapai tujuan pendidikan multikultural tersebut adalah pemakaian buku pelajaran yang diarahkan pada pengenalan berbagai ragam budaya yang dimiliki.  
Sangatlah masuk akal bahwa pembelajaran bahasa Indonesia perlu berwawasan multikultur karena bahasa dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat. Bahasa merupakan simbol realitas budaya yang dijadikan sebagai simbol identitas masyarakat. Oleh sebab itu, peserta didik harus memahami dan menghargai keragaman budaya, salah satunya yaitu bahasa. Sedangkan peran pendidik yaitu mendorong siswa untuk selalu memiliki pemahaman tentang pendidikan multikultural  dan dalam kegiatan pembelajaran, pendidik tidak boleh hanya mengutamakan aspek-aspek kebahasaan tanpa melibatkan aspek sosial budaya. Sebab, penekanan pada hal kebahasaan akan melahirkan siswa yang mampu mengusai materi, tetapi tidak mampu berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Observasi Kunjungan Monument Pancasila Sakti

Resensi Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”